
Melihat gerakan ular yang mulai terusik itu Aditya segera bersiap. ia memberi isyarat kepada Pandu untuk bersiap-siap juga. Perlahan Aditya menyalurkan kekuatan batinnya pada cincin pancawisa yang dikenakannya. Cincin yang dialiri tenaga batin oleh Aditya tersebut kini juga kelihatan menyala. Pancaran sinarnya membias lima macam warna. Meihat sikap dan gerakan Aditya tersebut, ular tersebut mulai beringsut dari tempatnya bergelung. Tubuhnya yang besar mengeluarkan suara yang menggetarkan dinding lorong yang ada. Sementara mulutnya tampak mendesis-desis dan mengeluarkan lidahnya yang berwarna hitam.
Melihat gerakan ular yang mulai beraksi tersebut, Aditya tidak mau kedahuluan. Dengan sigapnya ia meloncat kedepan sambil mengayunkan cincin tersebut ke arah mulut ular naga yang kini kelihatan menganga. Tampak leher ular naga yang panjang siap menelan siapapun yang ada di hadapannya. Mulut ular yang menganga segera menyambut gerakan Aditya yang mengayunkan cincinnya. Tepat saat cincin disertai pemiliknya memasuki mulut ular yang menganga, tampak kabut bermunculan dari tubuh ular naga tersebut.
Sementara Pandu disertai dua orang pekerja yang ketakutan yang berdiri didepan pintu aula tak kalah terkejutnya. Patung raksasa yang menjaga aula tersebut tiba-tiba hidup dan mengeluarkan suara gemuruh. Tampak taring dari sang raksasa berkilauan seakan siap merobek tubuh mereka bertiga. Dan kedua tangan raksasa tersebut disertai lengannya yang besar mengayunkan berbagai macam senjata yang ada ditubuh mereka. Beruntung Pandu telah menyiapkan kekuatan ilmu kanuragan yang dimilikinya. Dengan disertai teriakan nyaring yang keluar dari mulutnya tampak kedua tangan Pandu kelihatan mengeras seperti batu hitam. Rupanya Pandu telah mengeluarkan ajian Brajamusti yang dimilikinya. Ajian Brajamusti merupakan bentuk ilmu kanuragan yang membuat pemiliknya mempunyai kekuatan tangan yang keras melebihi batu karang. Apapun yang dihadapinya akan hancur begitu bersentuhan dengan kekuatan Brajamusti.
Sementara Aditya dengan ayunan tangannya juga telah masuk kedalam kabut yang ada di dalam tubuh ular naga raksasa. Tampak kabut yang bergumpal-gumpal itu seakan terhisap oleh kekuatan cincin yang dimiliki oleh Aditya. Dan dengan perlahan- lahan kabut tebal yang menyelimuti seluruh ruangan pun hilang. Sementara ayunan tangan Pandu telah bersentuhan dengan tangan salah satu raksasa yang ada. Terdengar suara berderak keras ketika keduanya berbenturan. Rupanya kekuatan aji Brajamusti yang dimiliki Pandu benar-benar dahsyat. Lengan batu dari patung tersebut tampak kelihatan retak begitu bersentuhan tangan dengan Pandu. Sementara tangan Pandu kelihatan sama sekali tidak mengalami apapun. Ayunan tangan kanan tersebut diikuti dengan pukulan dari tangan kiri Pandu yang menghantam dada raksasa batu tersebut. Terkena sentuhan tangan Pandu yang keras, tampak tubuh raksasa itu bergoyang-goyang dan mundur ke arah belakang.
"Percuma Du. Tenaga kamu akan habis sia-sia. Raksasa batu itu dilindungi kekuatan gaib dari empu pembuatnya," teriak Aditya ketika melihat Pandu berusaha mendesak raksasa tersebut dengan pukulan-pukulan tangannya.
Benar apa yang dikatakan Aditya, Pandu melirik ke arah tangan raksasa yang telah retak dipukulnya kini telah tersambung lagi. Rapat seakan tak pernah terjadi apapun. Belum habis rasa keterkejutan mereka karena kekuatan gaib yang menyelimuti raksasa tersebut, mereka mendengar teriakan ketakutan dari kedua orang pekerja yang tengah bergulingan di tanah menghindari ayunan senjata dari raksasa penjaga yang satunya. Melihat apa yang terjadi dengan bergegas, Aditya melontarkan pisau kecil yang selalu ada di pinggangnya ke arah tonjolan batu berbentuk teratai yang ada di pintu aula. Tepat pisau itu mengenai tengah teratai tersebut dengan suara berdenting keras. Kedua raksasa yang sedang menyerang itupun berhenti dengan sendirinya.
Pandu yang merasa keheranan bertanya pada Aditya, "Sebetulnya apa yang terjadi Mas?"
"Tidak heran kalau tempat ini dilindungi dengan berbagai macam kekuatan yang menyelimutinya. Mulai dari kekuatan fisik seperti banyaknya hewan berbisa di tempat ini, jebakan dan alat rahasia yang terpasang. Belum lagi kekuatan gaib dari para pembuatnya, para mpu linuwih. Tentunya bertujuan untuk, melindungi tempat ini dari tangan-tangan mereka yang tidak bertanggungjawab," jawab Aditya dengan masgul.
"Kamu tahu raksasa yang kamu lawan tadi, bukan hanya dari batu saja, tapi juga diisi dengan kekuatan gaib yang mampu membuatnya tubuhnya hidup lagi walaupun telah hancur. Kekuatan gaib ini terkunci oleh ukiran teratai yang aku lempar dengan pisauku tadi. Begitu alat rahasia tadi kusentuh maka semua gerakan dari raksasa batu itu juga akan berhenti," lanjut Aditya dengan kening berkerut.
Aditya lantas ke depan dan membungkuk untuk mengambil pisaunya. Tapi ular naga raksasa tadi juga merupakan wujud gaib dari kekuatan para mpu yang disertai dengan kabut uap beracun. Naga gaib itu sebetulnya hanya merupakan penampakan semu karena pengaruh daya cipta sang mpu. Justru kekuatan sebenarnya ada di kabut tebal yang terhisap oleh cincin pancawisa ini. Kabut tebal tersebut merupakan inti daripada racun ular yang dikumpulkan ditempat ini yang akan membuat siapapun yang memasuki tempat ini akan mati keracunan karena tidak kuat menahan bisanya."
Aditya juga menjelaskan dengan terkuncinya alat rahasia yang ada disertai hilangnya kabut beracun, maka mereka akan dapat melihat wujud sebenarnya dari benda- benda yang ada di aula tersebut. Di tengah ruangan, tampak semacam peti mati yang terbuat dari batu berukuran besar. Peti mati dari batu itu penuh dengan ukiran serta tulisan dalam huruf Jawa Kuno. Di ujung atas peti batu itu, tampak sesosok patung yang berpakaian seperti brahmana atau empu pada jaman dahulu. Mpu atau brahmana itu memegang sebatang keris yang ujungnya tertancap masuk ke dalam pada bagian atas peti. Tangan kanan patung itu memegang hulu atau pegangan keris yang terbuat dari gading berwarna putih, Sementara sebagian dari batang Keris yang tertancap itu kelihatan berwarna hitam kebiruabiruan. Warna itu menandakan adanya racun atau warangan keris yang sangat kuat.
Mereka berlima merasa keheranan melihat posisi aneh dari patung brahmana tersebut. Ia duduk bersila sementara tangan kanan menusukkan keris ke dalam peti batu dari sisi atas dan tangan kirinya diletakkan di dada sebelah kiri seakan bersemadi. sementara keris yang tertancap itu membentuk posisi seakan mengunci peti dari batu tersebut. Aneh benar apa yang ada di ruangan ini, batin Aditya keheranan. Ia melihat di empat penjuru ruangan dijaga oleh arca yang sikapnya seolah-olah mengurung peti batu yang ada di tengah ruangan. Mereka seperti menjaga agar isi dari peti batu itu jangan sampai keluar.
Pandu pun merasa heran dengan pemandangan yang ada di hadapannya. Di sebelah kiri maupun kanan peti batu tersebut tampak peti kecil perhiasan dari emas dan perak yang berdiri berjajar mengapit peti batu. Pandu mencoba melihat apa yang ada di dalam salah satu wadah dari kuningan. Dilihatnya perhiasan yang berkilauan dari emas dan batu permata berbentuk kalung maupun cincin. Kilau dari bermacam perhiasan itu tampak memancar tersorot oleh api obor yang menyala terang. Mereka berlima yang melihat kemilau perhiasan dalam jumlah banyak itu segera timbul pikiran yang bermacam-macam.
"Ini pasti merupakan ruangan jenazah dari bangsawan jaman Singosari dahulu, dengan melihat harta kekayaan yang ikut disimpannya di tempat ini," ucap Aditya sambil menunjuk ke arah berbagai perhiasan yang ada.
"Cuma kita tidak dapat memastikan, pada jaman raja siapa bangsawan ini meninggal. Pada jaman Ken Arok, Ranggawuni, ataupun Kertanegara," sambung Aditya.
Ia selanjutnya terbelalak waktu melihat di peti yang tertutup itu ada semacam tulisan Jawa kuno. Tangannya meraba mencoba menterjemahkan huruf Jawa kuno yang terpahat dengan rapinya tersebut. "Semacam prasasti," gumannya pelan. Melihat deretan tulisan Jawa Kuno pada tutup peti.
Smaradahana," lanjut Aditya sambil mengeja bait paling atas dari tulisan itu. Ia kemudian mengeja kata demi kata dengan penuh perhatian diikuti oleh Pandu.. (Bersambung)
Oleh : Bayu Indrayanto