Dendam Arwah Mantan Kekasih (1)


Herdi Hernawan itu, congkak, sombong dan arogan. Semua orang menjadi kecil di matanya. Tapi hal itu dapat aku maklumi, soalnya dia kaya raya. Punya sepuluh kapal tangker dan enam belas hotel berbintang empat. Mungkin karena banyak itulah, maka Herdi Hernawan itu, tidak menghargai orang. Dia merasa, bahwa semua orang bisa diatur oleh uangnya yang banyak. Dia selau bilang, what's money can buy.

Arkian, ayah dan ibuku, papa mamaku, dicobanya dengan membelikan orangtuaku mobil mewah. sebuah mobil sedan BMW seri tujuh supermatic yang baru dari dealer. Rumah ayahku juga direnovasi dan ibuku diberinya tanah dan tambak ikan di Parung. Maka itu, kedua orangtuaku yang miskin, silau harta lalu meminta aku menerima pinangan Kang Herdi Hernawan yang mengincar aku setahun belakangan ini.

Pada awalnya aku berkeras menolak.

"Papa sudah gila kali ya? Masak saya dinikahkan kepada orang tua yang sudah beristri dua dan beranak enam? Masak aku yang baru saja tamat SMA dijadikan istri ke tiga dari orang sombong seperti itu?" bantahku, saat ayah dan ibuku membujuk aku untuk menerima pinangan Jang Herdi Hernawan.

"Tolong Papa, Nak, papa benar-benar terdesak. Papa bukan mau menjual anak, tapi Papa benar-benar kepepet karena hutang Rp 50 juta Papa dibayarkannya ke Haji Kantong, jika kamu mau menerima pinangannya. Lain dari itu, papa juga akan diberi uang Rp 400 juta, Mama diberi Rp 400 juta dan kamu akan diberinya Rp 3 milyar, Nak," ungkap papaku, tengah malam, saat aku sedang menulis catatan harian dan belum bisa tidur.

"Jika motivasinya uang, itu sama saja Papa dan Mama menjual aku," desisku, ,apa adanya.

"Papa dan Mama kan tahu, aku punya pacar dan sangat mencintainya. Dia juga, Kang Maman, mencintai aku apa adanya. Dia memang belum bekerja, belum punya uang. tapi dia sudah melamar kerja dan sudah diterima sebagai pegawai hotel Roal Costella di Karawaci Enciek, Kabupaten Tangerang. Dia berusaha akan mengumpulkan uang untuk dapat menikahlku kelak," kataku.

"Aduh, Nak, pegawai hotel itu berapa gajinya.. Lagi pula, dia kan baru kerja, kapan uangnya akan terkumpul untuk membelikan rumah buat kamu tinggal. mau makan apa kalian nanti kalau kerjanya hanya pegawai hotel?" ungkap mamaku, menimpali papaku.

Kedua orangtuaku memang sedang panik soal utang piutang. Maka itu aku dijadikan tameng untuk menyelamatkan ayahku dari keberingasan penagih hutang, debt collector. Papaku mengharap sekali aku dapat menerima pinangan aneh itu. walau aku sudah katakan bahwa aku bisa saja menerima secara terpaksa, tapi hati dan hidupku secara keseluruhan, tidak bahagia.

"Papa dan Mama tega melihat saya menikah dalam rumah tangga yang tidak bahagia bagaikan dalam neraka?" tanyaku.

Papa menangis. Mamaku juga menangis.

"Kalau begitu, Papa mengalah, biarlah Papa menerima kenyataan harus disiksa oleh penagih hutang itu. Papa harus siap menghadapi apapun yang akan terjadi. yang penting anak papa hidup bahagia dengan jalannya sendiri. Tidak ada Nak, Papa dan Mama akan mengalah, Papa lebih mementingkan kebahagiaan dirimu ketimbang memikirkan soal hutang-hutang itu," desis papaku, lirih, dengan airmata yang terus mengalir di pipinya.

Menghadapi kenyataan ini aku benar- benar bingung, panik dan gunda gulana. Satu sisi harus memikirkan kebahagiaanku sendiri dan memenangkan kehendak pribadiku, sisi yang lain, aku kasihan melihat papa dan mamaku yang menderita karena hutang yang berjumlah besar itu.

Lama aku termenung. Aku tak dapat bicara apa-apa sebelum mama dan papaku pergi meninggalkan aku. Setelah mereka pergi, aku memanggil mereka kembali.

"Papa, Mama, biarlah aku yang mengalah demi Papa dan Mama. Aku mau menerima pinangan itu dan melupakan kang Maman seumur hidupku," ungkapku.

Papa dan mamaku kembali kepadaku lalu memeluk aku. Mereka kembali menangis dan akupun menangis. Pikirku, hanya aku yang bisa melakukan ini, yang bisa membantu papaku keluar dari kesulitannya. Kapan lagi aku dapat berbakti, selain hari ini. Karena pertimbangan kasihan kepada papaku, maka aku terpaksa menerima pinangan itu dengan lapang dada. Walau, aku tahu bahwa batinku akan tersiksa.

Kang Herdi Hernawan benar-benar menikahi aku. Dia membayarkan hutang piutang papaku dan memberi mamaku uang Rp 400 juta dan kepada papaku juga Rp 400 juta. Sedangkan untukku, dia membuka deposito bank Mandiri atas namaku dengan deposito sebesar Rp 3 milyar.

Mendengar aku dinikahi orang kaya yang jauh lebih tua, Kang Maman Suryaman, pacarku putus asa. Dia meminum racun serangga membunuh dirinya sendiri. Kematian Kang Maman membuat batinku terguncang hebat. Aku menangis sendiri di kamar namun aku tidak mau hal ini ketahuan oleh Kang Herdi Hernawan. Namun. aku diperbolehkan untuk melawat kematian Maman Suryaman dengan diantar sopir pribadi Kang Herdi Hernawan dengan dua pengawal body guard.

Malam harinya Kang Maman bangkit dari kubur. Tengah malam dia muncul ke rumahku dan duduk di sofa ku yang mewah. Dengan muka pucat dan lidah menjulur, Kang Maman sangat menakutkanku. Aku mau berteriak tapi suaraku tidak keluar. Aku berlari ke kamar tidurku, yang malam itu tidak ada Kang Herdi Hernawan. Suamiku itu sedang berada di rumah istrinya yang ke dua. Tete Santi Suryanega, fotomodel dan peragawati top yang pernah menjelajah dunia fashion di Milan, Italia, Eropa Barat.

Aku masuk ke kamar ku lalu mengunci pintu. Namun, Kang Maman sudah berada di pojok kamarku, duduk di samping lemari pakaianku. Aku mau berteriak keras. tapi suaraku tidak keluar. Kang Maman lalu berdiri dengan berjalan ke arahku bagaikan langkah zombie dengan tangan ke depan.

Aku mundur beberapa langkah untuk memanggil pengawal yang tidur di kamar di samping rumah, tapi kakiku lemas. Kedua kakiku tak mampu melangkah karena takut. Aku berdiri tegak dengan kaku dan mulut kelu. Namun Kang Maman makin mendekat. Jantungku berdetak hebat dan sekujur rubuhku menjadi gemetar.

Kang Maman sudah menjadi hantu. Kalau saja dia masih hidup, tentu aku akan menyambutnya dengan baik. Karena dia sudah menjadi hantu, maka aku menjadi takut. Bahkan sangatlah takut.

"Sumarni, Sumarni, Akang datang Sumarni. Ayo, nikahilah aku. Aku yang sangat mencintaimu, Sumarni. Tolong Akang, Sumarni," katanya, terbata-bata dengan suara yang bergetar.

Aku mau bicara, tapi suaraku tidak keluar. Maksudku, Kang Maman sudah meninggal. Telah melakukan bunuh diri dan mati. Tinggallah di alam kubur dan jangan kembali lagi kepadaku. Sedangkan aku sudah menikah dan aku sudah hidup sebagai seorang istri yang baik. Batinku bicara seperti itu, tapi mulutku tak mampu mendorong keluarnya suara dari pita suaraku yang melemah.

Kang Maman makin mendekat dan berhasil memegang tubuhku yang kaku. Tangannya kurasakan dingin seperti es. Seumur hidupku, baru kali itulah aku bertemu hantu dan terjadi interaksi. Namun, hantu yang aku temukan justru hantu mantan pacarku sendiri.

Tangan kang Maman membuka baju tidurku dan aku diperkosa olehnya. Sungguh sesuatu yang ajaib, di mana orang yang sudah mati bisa memperkosa dan punya hawa nafsu. Namun aku pasrah dan aku sama sekali tidak bisa berkutik. Setelah memperkosa aku, beberapa saat kemudian, dalam hitungan detik, Kang Maman menghilang entah ke mana.

Tidak ada seorang pun yang aku ceritakan tentang kejadian ini. Termasuk kepada mama dan papaku, tidak aku buka kasus gaib ini. Apalagi kepada Kang Herdi Hernawan, suamiku, lelaki yang telah sah memiliki aku seutuhnya... (Bersambung)


Oleh : Henny Nawani