Anak Gadisku Dinikai Jin (1)


KAMI sekeluarga, suamiku dan ibuku, sangat bingung dan panik. Terutama saat melihat pola tingkah anakku yang tidak lazim itu. Bahkan ibuku, nenek Citra, mengira cucunya itu menderita penyakit autis. Atas saran teman, aku dan suamiku membawa Si Kecil ke Rumah Sakit Herbert Angle di Sydney, Australia. Dokter Richard Martin, psikiater rumah sakit besar ini memeriksa Citra secara intensif. Baik itu dilakukan secara medis maupun secara psikologis. Akhirnya, keluar pendapat yang mengejutkan dari dokter Richard, bahwa anakku adalah anak X Beat, seorang anak yang mempunyai kemampuan lebih dengan bahasa lain disebut super-indigo.

"Ibu jangan cemas dan janganlah takut melihat tingkah laku anak ibu ini. Anak ibu ini mengalami suatu kelainan permanen, kelainannya itu sangat jarang terjadi pada manusia kebanyakan, Anak ibu ini super-indigo, X Beat, seseorang yang mempunyai kemampuan lebih untuk melihat sesuatu yang berada di luar jangkauan manusia biasa. Bahasa verbalnya adalah, anak ibu ini mampu berhubungan dengan makhluk gaib, makhluk alam lain di luar dimensi manusia kebanyakan" kata dokter Richard.
Setelah diobati secara medis dengan intensif di Sydney, Citra dalam tiga bulan, Alhamdulillah, sembuh total dari kelumpuhan. Kami pun akhirnya membawa Citra pulang ke Jakarta. Citra lalu kami masukkan ke sekolah taman kanak-kanak Kasih Bunda di Bintaro Jaya, Jakara Selatan, sebagaimana kebanyakan anak-anak seusianya. Saat itu Citra sudah berumur lima tahun dan sangatlah cerdas. Kecerdasannya diakui oteh guru-gurunya sebagai hal yang di atas rata-rata murid.

"Aku kepingin dia hidup layak seperti anak-anak lain, maka itu dia harus bisa kami sekolahkan di sekolah umum" kataku, kepada dokter Richard Martin, yang punya gagasan untuk memasukkan Citra di Sekolah X Beat di Melbourne X Beat School, Sydney City, Australia, yang menampung seratus murid dari kalangan anak-anak indigo dari seluruh penjuru dunia.

"Di sekolah ini, murid-murid indigo diarahkan untuk makin mempertajam indera ke enamnya, kelak akan makin menjadi lebih komplit keilmuan supramistiknya, bahkan bisa didayagunakan untuk perkembangan tehnologi moderen," terang dokter Richard Martin, kepadaku.

Tapi karena aku kepingin Citra tetap di Jakarta, maka usulan dokter martin itu kami abaikan. Pertama masuk sekolah, Citra masih biasa-biasa saja. Dia banyak diam dan memperhatikan apa saja yang diterangkan gurunya dengan sungguh-sungguh. matanya yang bulat agak lebar sebagaimana mata anak keturunan Jawa lain, nyaris tak berkedip bila gurunya menerangkan sesuatu di kelas. Tapi setelah mendengarkan seksama, Citra lalu berkomentar dan berbalik mengajari gurunya. Hal apa saja yang diterangkan oleh gurunya, jika ada yang salah, tidak berkenan sesuai yang diketahui Citra, maka Citra menyangkal guru itu. Setelah itu, Citra berbalik mengajari gurunya. Sang Guru tentu saja terpukul dan merasa malu. Untuk itu mereka komplain, mengeluh kepadaku dan aku pun dengan sungguh-sungguh meminta maaf atas ketidaknyamanan mereka atas perlakuan Citra ini.

Namun demikian, akhirnya para guru mengakui bahwa apa yang diterangkan Citra adalah benar adanya. Citra pun dengan gayanya, membocorkan banyak ilmu yang jauh dari pengetahuan para guru, dan apa yang diinfokannya benar adanya juga sangat akurat.

"Citra itu tahu apa yang gurunya ketahui. Tapi gurunya tidak tahu apa-apa yang Citra ketahui. Untuk itu, sebaiknya Citra ditarik saja dari sekolah itu dan masukkan dia ke sekolah khusus anak-anak indigo. Kasihan gurunya, bisa-bisa gurunya kehilangan pekerjaan gara-gara dipermalukan oleh seorang murid yang jauh lebih pintar daripada gurunya," kata dokter Richard Martin, saat aku bercurhat dengannya lewat telpon ke Australia.

Berdasarkan saran dari dokter Martin, Citra aku tarik dari sekolah umum dan aku kondisikan dia sebagai murid Home School. Anakku ini aku sekolahkan secara online ke beberapa guru super-indigo lewat internet. Dia sekolah di rumah lewat komputer dan laptop. Pada suatu hari, berdasarkan info dari dokter Martin, seorang wartawan bidang supramistik datang dari New South Wales, Australia mewancarai Citra di rumah kami di Jakarta. Saat wawancara berlangsung, Citra diam saja di depan wartawan majalah Extra Naturial itu. mungkin karena menimbang bahwa Citra masih anak-anak, maka si wartawan banyak bertanya kepadaku.

"Citra masih terlalu muda untuk dapat diwawancarai. Dia masih anak-anak sekali. Maka itu, pertanyaan sebaiknya banyak saya arahkan pada ibunya saja," kata Sang Jurnalis yang bernama Peter Creef itu.

Tapi mata dan kuping Citra terus mendengar dengan serius hal apa yang kami perbincangkan. Dia tidak bersuara, tidak tertawa dan nyaris tanpa ekspresi sedikitpun. Ada kesan aneh yang terlihat dari raut wajah anakku Citra yang serius. Beberapa saat usai bertanya banyak hal kepada saya, Si Australia tiba-tiba bertanya kepada Citra. Secara iseng wartawan memberondong pertanyaan pada Citra. Katanya, apakah Citra melihat sesuatu yang aneh dari pembicaraan itu. Gadis kecilku yang bertubuh agak gendut ini menggeleng. Tapi matanya tajam menatap mata si pers, nyaris tanpa mengedip. Tatapannya itu sangat tajam, penuh selidik dan menghujam ke batin Sang Jurnalis.
"Kenapa sayang, kenapa menatap saya seperti itu? Apakah Citra melihat sesuatu, yang mungkin tertangkap kesan bahwa ada niat jahat saya kepada kalian, kepada Mama dan kepada Citra?" pancing reporter Extra Naturial itu.

Dengan suara agak keras dan menusuk, Citra berujar keras. "Anda tidak punya niat jahat. Lagi pula untuk apa Anda berniat jahat kepada kami? Anda saya lihat secara mistik, punya niat baik, punya rencana untuk menurunkan artikel tentang aku, oleh karena itu Anda mewawancarai Mamaku tentang aku. iya kan?" Tanya Citra, berbalik menanyai.
Wajah Citra tetap dingin dan acuh tak acuh. Caranya bicara berbeda dengan kebanyakan bocah seusianya. Dia bicara seperti orang dewasa, serius, tutur katanya lantang dan tegas. Dengan santai dan tidak berbasa-basi sedikitpun, Citra menggambarkan isi majalah Extra Naturial yang dibacanya secara gaib. Dikupasnya majalah itu secara utuh, padahal kata mamanya dia tidak pernah sama sekali melihat dan membaca majalah itu. Bahkan dia tidak pernah tahu sama sekali bahwa ada majalah Extra Naturial terbitan Australia itu.

"Terus terang, aku sendiri sungguh-sungguh tidak pernah baca majalah supranatural Australia itu. Jangankan majalah segmen khusus untuk pelaku supramistik, majalah-majalah wanita seperti Woman dan she terbitan Australia itu pun, aku baru tahu beberapa waktu lalu saja, yaitu saat aku berada di Sydney. Walau belum sekali pun melihat majalah Peter Creep, Citra malah tahu persis isi majalah itu dan siapa-siapa nama pengasuhnya. Lewat ilmu ekstra beat yang dipunyai, dia melihat suatu isi majalah dan berita majalah itu untuk nomor depan, edisi yang justru belum diterbitkan. Citra tahu secara detil apa yang tersaji di nomor depan, yang kebetulan sudah diketahui oleh Peter, apa isi nomor yang akan datang. Citra menceritakan apa yang dilihatnya secara gaib itu kepada Peter Creef secara mendalam dan akurat. Peter tercengang dan terkaget mensiasati kemampuan Citra hingga dia menjabat tangan anakku dan mencium tangan Citra.

"Ini anak ibu sangat hebat, super canggih, kemampuannya ini bisa didayagunakan untuk memecahkan kebuntuan persoalan dunia," komentar Peter, terkagum-kagum.
"Saya boleh meminta pandangan Citra, solusi bagaimana agar majalah saya laris dijual. lalu saya juga akan menjadikan Citra narasumber tetap dan digaji bulanan untuk membahas masalah-masalah gaib dunia," desis Peter Creef, yang ternyata adalah pemilik dari majalah unik terbitan Negeri Kanguru itu.

"Ketika saya kepingin tahu tentang suatu peristiwa atau tentang suatu peristiwa di depan nanti, saya minta dia melihat sekilas lalu menerangkannya kepada saya. Penglihatannya itu sangat akurat dan tidak pernah meleset. Maaf, anakku ini memang punya kemampuan melihat sesuatu kejadian di depan yang belum terjadi saat ini. Bahasa Jawa disebut, bahwa Citra itu memiliki kemampuan... (Bersambung)


Oleh : Henny Nawani