Suamiku Korban Guna-Guna (2)


Maduku itu sekarang sudah dikaruniai momongan seorang bayi mungil yang lucu. Dan satu hal yang membuat aku merasa bersyukur, Hayatun ternyata seorang istri yang membawa rejeki. Sejak menikah dengan Hayatun, usaha suamiku maju pesat. Pabrik penggilingan padinya di Gedongtataan semakin besar dan mampu berproduksi melebihi target. Malah saat ini suamiku akan membuat satu lagi pabrik penggilingan padi di lokasi berbeda.

Apa yang kucemaskan dulu ternyata tidak terbukti. Karena selama ini tidak ada persaingan antara aku dengan maduku itu. Antara aku dan Hayatun bahkan sudah seperti dua orang kakak beradik. Kami saling mengunjungi satu sama lain. Kedua anakku juga sangat menyayangi ibu tirinya. Mereka sering datang berkunjung ke rumah Hayatun sambil membawa oleh-oleh untuk adik bungsunya itu.

Hingga pada suatu malam di bulan Juli 2011 terjadilah peristiwa itu. Malam itu suamiku menelepon aku dari rumah hayatun. Deg! Tiba-tiba hatiku meresa tidak enak. Dadaku berdebar tak karuan. Aku merasa heran bercampur cemas, karena Mas Baskoro tidak pernah menelepon aku malam-malam begini. Ada apa? Apakah Hayatun sakit?

"Halo Ada apa mas?" Tanyaku.

"Suruh Edi ke sini sekarang," suara suamiku agak parau.

"Ya, tapi ada apa?" tanyaku penasaran.

"Tidak ada apa-apa. Pokoknya suruh Edi cepat jemput aku sekarang!"

Jarak antara Bandar Lampung dengan Gedongtataan tidak begitu jauh. Dua jam kemudian Edi, supir kami sudah muncul kembali.

Astaga! Aku kaget sekali. Kulihat suamiku turun dari mobil dengan dipapah Edi. Aku segera melompat membantu memapah suamiku membawanya ke kamar. Mas Baskoro tampak lelah sekali. Yang membuat aku jadi histeris karena kulihal wajah suamiku itu tampak membiru seperti habis dipukuli orang.

Aku segera menelpon dokter Salim, dokter pribadi kami. Rumah dokter Salim tidak begitu jauh, sepuluh menit kemudian dokter Salim muncul dan segera memeriksa keadaan Mas Baskoro. Dokter Salim menyatakan kalau suamiku tidak apa-apa, karena dia tidak menemukan penyakit tertentu di tubuh suamiku.

Penasaran, keesokan harinya aku segera mendatangkan Kyai Sulaiman, seorang ustadz yang juga ahli metafisik. Setelah memeriksa dan mengamati dengan seksama keadaan suamiku, Kyai Sulaiman menyimpulkan bahwa apa yang dialami suamiku saat itu memang bukalah disebabkan penyakit tertentu. Tetapi sepertinya suamiku terkenan guna-guna!

"Ku kira yang diderita suamimu bukan sakit biasa, Tari..." kata Kyai Sulaiman sambil menyapu kedua telapak tangannya.

"Maksud Kyai?" tanyaku.

"Dia kena guna-guna!"

Deg! Aku langsung mencurigai Hayatun. Perempuan sok suci itu pasti yang melakukannya. Apalagi suamiku terkena pas sedang berada di rumahnya, batinku. Sebenarnya ada sedikit keraguan di hatiku. Aku tidak yakin kalau Hayatun yang melakukannya. Tapi kenyataan yang kuhadapi sekarang, suamiku menderita akibat diguna-guna orang. Setahuku suamiku tidak punya musuh, lalu siapa kalau bukan Hayatun, maduku itu! Tanpa pikir panjang aku segera mengajak Kyai Sulaiman ke Gedongtataan menemui Hayatun.

"Bapak kan suamiku, ayah dari anakku Mbak. Jadi mana mungkin aku tega berbuat sekeji itu kepadanya? Dia adalah suami dan ayah yang baik," jawab Hayatun saat aku mendampratnya.

"Sudah..sudah, hentikan sandiwaramu! Aku tidak lagi percaya pada mulut manismu. Buktinya sekarang Mas Baskoro terkena guna-guna. Siapa lagi pelakunya kalau bukan kamu. Sekarang cepat kau pergi sebelum aku melaporkan dirimu ke polisi" teriakku histeris. Kurang puas, aku mencoba meraih rambutnya, tetapi Kyai Sulaiman dengan sigap meleraiku.

Dan kulihat Hayatun sambil menangis berlari keluar. Persetan, biar saja perempuan iblis itu pergi, rutukku.

"Seharusnya kau tak perlu emosi begitu Tari," kata Kyal Sulaiman menasehati aku. "Kukira bukan dia pelakunya," sambung Kyai Sulaiman.

"Kalau bukan dia, lalu siapa?" tanyaku gemas.

Kyai Sulaiman tidak menjawab. Dia mengarahkan pandangannya ke sekeliling ruangan. Matanya nanar memperhatikan dengan seksama setiap sudut ruangan itu.

"Aku merasakan ada sesuatu yang ganjil di rumah ini. Udaranya terasa sangat panas sekali."

Tentu saja kalimat yang diucapkan Kyai Sulaiman terasa aneh di telingaku, karena aku tak merasakan apa-apa. Malah aku merasakan sebaliknya udara di sini cukup sejuk.

"Maksud Kyai?"

"Aku mencium bau aneh, pasti ada sesuatu yang tak biasa di sekitar sini. Biar aku cari dulu." Kyai Sulaiman berjalan mengitari rumah. Di sebuah sudut dia berhenti, tepatnya di depan pintu samping. Dia memandang ke bawah sambil berkata, "Aku yakin di sini ada sesuatu. Sebaiknya kita gali!"

Benar saja. Setelah dilakukan penggalian, kami menemukan sebuah bungkusan kain putih. Bungkusan itu perlahan dibuka oleh Kyai Sulaiman. Isinya tanah kuburan, sebotol minyak wangi dan beberapa potong tulang.

"Ini perbuatan orang sakit hati!" ujar Kyai Sulaiman seraya membungkus kembali benda-benda tersebut. Dari hasil terawangan yang dilakukan oleh Kyai Sulaiman, ternyata suamiku memang terkena guna-guna. Sebenarnya guna-guna itu bukan ditujukan pada suamiku, tetapi pada Hayatun karena pelakunya adalah seorang pemuda yang merasa sakit hati pada Hayatun.

Sebut saja nama pemuda itu Somad. Dia memang tetangga dekat dengan Hayatun. Rupanya diam-diam ia menaruh hati pada Hayatun. Somad selalu menunjukkan perhatian khusunya pada Hayatun. Somad yang pekerjaan sehari-harinya sebagai penjual buah-buahan itu sering memberi Hayatun oleh-oleh setiap pulang dari pasar. Hayatun gadis miskin dan polos itu tentu saja merasa senang menerima pemberian pemuda tetangganya itu, tanpa punya pikiran apa-apa.

Tetapi lain halnya dengan Somad. Sikap Hayatun itu diartikannya sebagai pertanda kalau Hayatun juga menyukai dirinya. Tak heran kalau kemudian Somad merasa terpukul sekali setelah menerima kenyataan bahwa Hayatun menikah dengan lelaki lain. Untuk membalas sakit hatinya itulah maka Somad diam-diam melakukan perbuatan tak terpuji itu pada Hayatun. Tetapi sialnya santet kirimannya itu malah mengenai Mas Baskoro.

"Biar saja tak usah dibalas perbuatannya itu. Karena nantinya akan menimbulkan masalah baru," ucap Kyai Sulaiman, ketika aku meminta agar bungkusan itu dikembalikan pada pemiliknya.

"Jadi apa yang harus kita lakukan?" tanyaku.

"Aku akan membuat ramuan penawar guna-guna yang sudah terlanjur menyerang tubuh Baskoro Sementara bungkusan ini akan kubuang ke laut lepas supaya tidak mengenai orang lain," jawab Kyai Sulaiman.

Berkat bantuan Kyai Sulaiman dan seijin Allah SWT penyakit yang diderita suamiku berangsur sembuh. Kepada suamiku aku menceritakan semua yang telah terjadi dengan sejujurnya, termasuk perbuatanku terhadap Hayatun. Kusesali sikapku itu. Dihadapan suamiku aku meminta maaf.

Mas Baskoro memaafkan dinku. Dan atas permintaannya, aku menemui Hayatun di kampungnya. Kepadanya aku jua menceritakan tentang apa yang terjadi sebenarnya. Subhanallah, Hayatun memang seorang wanita yang berhati mulia. Dia memelukku, kami berdua saling bertangisan dan saling memaafkan. Aku sendin tak henti-hentinya mengucap syukur pada Allah SWT yang telah mengambalikan kebahagiaan kami.


Oleh : Syamsul Lesmana